MAKALAH
“
Tinjauan Kiritis Terhadap Aliran Syi’ah di Sampang ”
Makalah Ini Disusun Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampu : “ Jamilah S.Hum., M.Ag “
Oleh : Mery Ariansyah
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) PGRI SUMENEP
TAHUN AKADEMIK 2012 / 2013
KATA PENGANTAR
Segala
puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
bimbingan-Nya kami dapat menyusun makalah
ini . Tak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada “Jamilah
S.Hum.,M.Ag “ selaku dosen Pendidikan
Agama Islam yang telah membimbing kami dari awal hingga terselesainya makalah
ini.
Makalah
dengan judul “ Tinjauan kiritis terhadap aliran Syi’ah di Sampang ” , ini kami
susun atas dasar tuntutan tugas Pendidikan Agama Islam yang diberikan oleh dosen
kami sebagaimana di atas.
Dalam
penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan, baik pada teknis penulisan maupun materi,
mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari
semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Semoga
makalah ini dapat bermanfaat dan senantiasa dijadikan acuan saudara-saudara
sekalian dalam memahami apa yang kami bahas dalam makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga Allah
memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan
dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah. Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.
Sumenep,
08 November 2012
Penulis
DAFTAR ISI
·
Halaman Judul
............................................................. i
·
Kata Pengantar
............................................................. 1
·
Daftar Isi
...................................................................... 2
ü Bab
I
Pendahuluan
1.1 Latar
Belakang ...................................... 3
1.2 Rumusan
Masalah ................................ 4
1.3 Tujuan
.................................................. 4
ü Bab
II
Pembahasan
.................................................... 5
ü Bab
III
Penutup ........................................................... 8
ü Daftar
Pustaka ................................................ 9
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tingginya kepercayaan antar umat
beragama adalah syarat mutlak bagi hadirnya pengelolaan konflik agama yang
cerdas yang memungkinkan agama-agama itu hidup rukun dan damai, karena
penyelesaian konflik membutuhkan komunikasi, dan komunikasi dapat terjadi karena
adanya rasa saling percaya. Konflik sesungguhnya merupakan sesuatu yang alami,
demikian juga dengan konflik agama. Konflik agama telah ada ketika agama-agama
itu ada. Selama manusia tak mampu membebaskan diri dari hal-hal negatif tentang
agama lain, konflik agama akan terus ada.Meski demikian, konflik itu sendiri
sesungguhnya memiliki peluang dan ancaman di dalam dirinya. Karena itu,
pengelolaan konflik secara cerdas dalam hal ini sangat dibutuhkan agar
penyelesaian konflik membawa pada suatu kehidupan bersama yang lebih baik
(peluang), bukannya malah mengorbankannya untuk kemudian meledak dalam bentuk
kekerasan (ancaman). Jadi, hal yang utama bukanlah bagaimana meniadakan
konflik, tapi bagaimana mengelola konflik tersebut secara benar melalui
penggunaan saluran-saluran yang benar, agar tidak berujung pada kekerasan.
Mengamati konflik agama yang terjadi
yang berujung pada kekerasan di Indonesia, di sana terlihat bahwa tampaknya
pemerintah sering kali mengambil posisi strategis, pemerintah dalam hal ini bisa
dituduh melakukan kejahatan dengan membiarkan kekerasan berdasarkan agama
(crime by omission). Pembiaran pemerintahlah yang menyebabkan konflik menyebar
secara cepat. Malangnya, penyelesaian konflik di negeri ini tak pernah tuntas.
Akibatnya, negeri yang dahulu terkenal dengan kerukunannya itu kini menjadi
negeri yang rentan dengan konflik kekerasan yang amat memprihatinkan. Tepatlah
apa yang dikatakan Robert W. Hefner bahwa kekerasan agama terjadi karena negara
memanfaatkan agama (politisasi agama).
Konflik agama di Indonesia makin sulit
dihindari karena terjadinya pengelompokkan berdasarkan agama. Pengelompokkan
(clustering) berdasarkan agama ini menyebabkan timbulnya kesalahpahaman akan
kepercayaan yang beragam tersebut, kesalahpahaman tersebut menyebabkan hubungan
di masyarakat lebih rentan konflik, dan jika konflik pecah, sulit diselesaikan.
Terulangnya peristiwa penyerangan
komunitas Syiah di Sampang Madura, sungguh telah mencoreng kerukunan umat
beragama di Indonesia. Ironisnya, peristiwa ini terjadi di Sampang yang
merupakan komunitas muslim NU yang selama ini dikenal dengan toleransi
beragamanya yang kuat. Dan sebenarnya, beberapa tradisi di kalangan NU, sedikit
banyak dipengaruhi atau banyak kesamaan dengan tradisi-tradisi di kalangan
Syiah.
1.2 Rumusan Masalah
§ Apa
yang dimaksud dengan aliran syiah ?
§ Bagaimana
kronologi berkembangnya aliran syiah di sampang ?
§ Apa
yang menjadi penyebab terjadinya konflik antar agama di sampang ?
1.3 Tujuan
Didalam penulisan makalah ini bertujuan agar
pemerintah dan masyarakat mampu menangani konflik agama di Indonesia yang pada
kenyataannya makin sulit dihindari karena terjadi pengelompokkan berdasarkan
agama dalam konteks bukan bagaimana meniadakan konflik, tapi bagaimana
mengelola konflik tersebut secara benar melalui penggunaan saluran-saluran yang
benar, agar tidak berujung pada kekerasan.
BAB II
PEMBAHASAN
·
Pemahamam Dasar Aliran Syi’ah
Syiah telah berkembang dalam kurun waktu
yang panjang dengan konsep fikih dan teologi yang cukup berpengaruh. Beberapa
tradisi yang berkembang pada masyarakat Islam di Indonesia sendiri, terutama di
kalangan NU, boleh jadi dipengaruhi atau banyak kesamaan dengan tradisi-tradisi
di kalangan Syiah. Tradisi membaca Barzanji dan Grebeg Suro adalah contoh pengaruh
tradisi Syiah yang berkembang di Indonesia. Namun pengaruh Syiah tersebut hanya
melekat pada tradisi-tradisi ritual saja, tidak sampai pada konsep fikih dan
teolgisnya. Secara formal, umat Islam di kalangan NU tetap memegang doktrin
Ahlussunnah Wal Jamaah. NU tetap menjujung tinggi empat khalifah pengganti
Nabi. NU juga tidak terpengaruh oleh konsep Imamah dalam Syiah.
Perbedaan antara Sunni dan Syiah yang
paling mendasar sebenarnya berawal dari penolakan Syiah terhadap tiga khalifah
selain Ali bin Abi Thalib (Abu Bakar, Umar dan Utsman). Penolakan ini
menjadikan perbedaan pandangan yang tajam antara Syi’ah dan Sunni dalam
penafsiran Al-Qur’an, Hadits, mengenai Sahabat, dan hal-hal lainnya. Sebagai
contoh perawi Hadits dari Muslim Syi’ah berpusat pada perawi dari Ahlul Bait, atau
keluarga Nabi Muhammad, yaitu Ali bin Abi Thalib – sepupu sekaligus menantu
Nabi Muhammad, Fatimah az-Zahra – putri bungsu Nabi Muhammad dari istri
pertamanya Khadijah, Hasan bin Ali dan Husain bin Ali – cucu Nabi Muhammad dari
Ali dan Fatimah, sementara yang lainnya seperti Abu Hurairah tidak
dipergunakan. Dalam Syiah sendiri juga berkembang tiga aliran besar, yaitu
Syiah Itsna ‘Asyariyah, Syiah Ismailiyah dan Syiah Zaidiyah. Itsna ‘Asyariyah
adalah aliran terbesar yang berkembang di Iran sekarang ini. Sedangkan
Ismailiyah merupakan aliran yang paling ekstrem, dan Zaidiyah merupakan aliran
yang paling mendekati Sunni (ya Sebagian kaum Sunni menyebut kaum Syiah dengan
nama Rafidhah, yang menurut etimologi bahasa Arab bermakna meninggalkan. Dalam
terminologi syariat Sunni, Rafidhah bermakna “mereka yang menolak imamah
(kepemimpinan) Abu Bakar dan Umar bin Khattab, berlepas diri dari keduanya, dan
sebagian sahabat yang mengikuti keduanya”.
Pendapat Ibnu Taimiyyah dalam “Majmu’ Fatawa”
ialah bahwa Rafidhah pasti Syiah, sedangkan Syiah belum tentu Rafidhah; karena
tidak semua Syiah menolak Abu Bakar dan Umar sebagaimana keadaan Syi’ah
Zaidiyyah.ng tetap mengakui tiga khalifah sebelum Ali bin Abi Thalib). Terlepas
dari perbedaan yang cukup tajam dalam konsep fikih dan teologi Syiah, tetap berharap adanya upaya untuk mempersempit
perbedaan dan mencari titik-titik persamaan .
Sebagai catatan, Ahli Sunnah Waljamaah
yang lebih sering disingkat dengan sebutan Sunni ialah pengikut Islam yang
berpedoman pada Alquran dan hadits sahih. Sekitar 90 persen umat Islam di dunia
merupakan kaum Sunni, sedangkan sisa 10 persennya merupakan penganut aliran
Syiah.
·
Kronologi Masuknya Aliran Syi’ah di
Sampang
“Awal
1980-an” Kiai Makmun, seorang ulama yang awalnya Sunni di
Nangkernang, Desa Karang Gayam, Sampang, mendapat kabar dari sahabatnya di Iran
mengenai revolusi Iran. Keberhasilan kaum ulama Iran yang dipimpin Ayatollah
Ali Khomeini menumbangkan Syah Iran Reza Pahlevi (sebuah rezim yang dianggap
monarki) menjadi sumber inspirasi bagi Kiai Makmun.Karena mayoritas ulama dan
kaum muslim di wilayah Madura adalah pengikut Islam Sunni yang fanatik, Makmun
mempelajari Syiah secara diam-diam dengan membaca buku-buku yang dikirim
sahabatnya dari Iran.
“1983”
Ketertarikannya ini membuat Makmun mengirim tiga anak laki-lakinya, yaitu Iklil
al Milal yang saat ini berusia 42 tahun; Tajul Muluk (40); Roisul Hukama (36);
dan putrinya, Ummi Hani (32) ke Yayasan Pesantren Islam (YAPI) di Bangil,
Pasuruan. YAPI dikenal sebagai pesantren yang cenderung pada mazhab Syiah.
“1991”
Selepas
lulus SMP YAPI, Tajul Muluk kembali ke Sampang.
“1993”
Tajul berangkat ke Arab Saudi untuk belajar di Pondok Pesantren Sayyid Muhammad
Al-Maliki. Karena terkendala biaya, sekolahnya berhenti di tengah jalan. Meski
demikian, Tajul Muluk yang bernama asli Ali Murtadha ini tetap bertahan di Arab
dengan bekerja.
“1999”
Tajul Muluk pulang dari Arab dan kembali menetap di Karang Gayam, Sampang.
Keluarga Makmun dan masyarakat setempat menyambutnya dengan gembira.
“2004”
Sejumlah warga desa yang juga murid Kiai Makmun mewakafkan sebidang tanah untuk
mengembangkan pesantren beraliran Syiah. Pesantren kecil ini diberi nama
Misbahul Huda. Ustad atau guru yang mengajar di pesantren ini adalah Tajul
Muluk bersama semua saudara-saudaranya sesama alumni YAPI. Berbeda dengan sang
ayah, Tajul Muluk mengajar dan berdakwah ajaran Syiah secara terbuka dan
terang-terangan. Sikap Tajul yang egaliter, supel, ringan tangan, cekatan, dan
tidak bersedia menerima imbalan setiap ceramah membuat Tajul menjadi kiai muda
yang dihormati di Karang Gayam.Dalam waktu yang tidak lama, hanya sekitar tiga
tahun, ratusan warga di Desa Karang Gayam dan di Blu’uren (desa tetangga) telah
menjadi pengikut Syiah dan murid Tajul yang setia.
“Awal
2004” Perkembangan dakwah Tajul menyebarkan Syiah
akhirnya mendapat respons dari para ulama setempat. Dalam sebuah pertemuan
dengan Tajul dan saudara-saudaranya, Karrar sangat berkeberatan dan tidak
menyetujui aktivitas dakwah Tajul Muluk yang mengajarkan Syiah. Baginya, Syiah
adalah mazhab dalam Islam yang salah dan sesat.Tak hanya Karrar, para ulama
lain di Sampang juga bersikap sama: keberatan dengan aktivitas Tajul. Saat itu,
mereka tidak terbuka menentang dakwah Tajul Muluk karena masih menaruh rasa
hormat terhadap ayah Tajul, Kiai Makmun.
“Juni
2004” Kiai Makmun meninggal setelah sakit. Setelah ia
meninggal, para ulama setempat menentang keras penyebaran Syiah yang dilakukan
anak-anak Kiai Makmun. Intimidasi dan kekerasan terhadap komunitas minoritas
Syiah Sampang yang dianggap sesat mulai kerap terjadi sejak saat itu.
·
Penyebab timbulnya konflik antar
agama di Sampang
Konflik Sunni-Syiah di Sampang, Madura,
telah terjadi sejak 2004. Konflik ini berujung pada tindak kekerasan yang terus
berulang. Dan terakhir pada Ahad, 26 Agustus 2012. Dua orang tewas, 49 rumah
terbakar, serta 282 warga harus mengungsi. Dan karena pelaku bentrokan ini
adalah penganut dua mahzab berbeda, Sunni dan Syiah, media kemudian ramai-ramai
menyebut perbedaan mahzablah yang menjadi penyebabnya. Padahal, tidak demikian.
Namun penyederhanaan persoalan konflik Sampang sebagai persoalan asmara adalah
kurang benar, karena akar konflik Sampang sangat kompleks mulai dari
kepentingan ekonomi, politik Pilkada, hingga konflik kepentingan antar pemuka
agama.
BAB III
KESIMPULAN
Syiah di Pulau Garam ini adalah kelompok
Islam minoritas. Karena di sana merupakan kantong Syiah terkecil. Karena orang
umumnya berani kepada yang lemah. Serangan terhadap komunitas Syiah di Sampang
harus diakhiri dengan pemulihan hak-hak anggota kelompok di Nangkernang itu. Pengelolaan
konflik secara cerdas dalam hal ini sangat dibutuhkan agar penyelesaian konflik
membawa pada suatu kehidupan bersama yang lebih baik (peluang), bukannya malah
mengorbankannya untuk kemudian meledak dalam bentuk kekerasan (ancaman). Jadi,
hal yang utama bukanlah bagaimana meniadakan konflik, tapi bagaimana mengelola
konflik tersebut secara benar melalui penggunaan saluran-saluran yang benar, agar
tidak berujung pada kekerasan.
DAFTAR PUSTAKA
v Miftah
Faridl. 1995. Pokok-pokok Ajaran Islam. Bandung: Penerbit Pustaka
v Syed
Mahmudunnasir. 1994. Islam,Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung: Rosdakarya.
v Toto
Suryana, Dkk. 1996. Pendidikan Agama Islam. Bandung: Tiga Mutiara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar