TEORI TEORI KOGNITIF
(Teori
Kognitif Jean Piaget)
Mery
Ariansyah
A. Riwayat
Hidup Jean Piaget
Ilmuwan yang lahir di
Neuchatel, Swiss pada 9 Agustus 1896 ini, adalah anak seorang sejarawan.[1]
Sejak kecil Piaget adalah pribadi yang sangat suka belajar, terutama dalam hal
ilmu pengetahuan alam. Jean Piaget kemudian menjadi tidak jauh berbeda dengan
gaya hidup ayahnya. Bukan yang hal tabu apabila Piaget tumbuh menjadi pribadi
berobsesi tinggi, karena ia telah mewarisi gen ayahnya, seorang pria yang
berdedikasi tinggi pada penelitian dan pekerjaannya.
Piaget kemudian melanjutkan pendidikan ilmu pengetahuan alam
di Universitas Neuchatel Swiss dan berhasil
menyelesaikannya pada 1916. Piaget memperoleh gelar Ph.D dalam
biologi pada umur 21untuk
penelitian atas kerang-kerangan.[2]
Di tengah perjalanan hidupnya, ia kemudian
tertarik pada psikologi dan mempelajari anak-anak abnormal di salah satu rumah
sakit di Paris. Piaget semakin tertarik pada logika anak dan metode berpikir
yang berbeda-beda yang digunakan anak dalam menjawab pertanyaan pada usia yang
berbeda pula.
Piaget bekerja
melakukan penelitian selama kurang lebih 40 tahun. Studinya dipusatkan pada
persepsi anak dalam pemahamannya mengenai alam/benda, jumlah, waktu,
perpindahan, ruang, dan geometri. Ia menganalisis operasi-operasi mental yang
digunakan oleh anak, cara berpikir simbolis dan logika mereka.
Piaget meninggal pada
17 September 1980 di Jenewa, Swiss. Banyak orang mengklaimnya sebagai salah
satu pemikir ilmiah paling kreatif di Swiss.[3]
B. Prinsip
Dasar Teori Piaget
Jean Piaget meneliti
dan menulis subjek perkembangan kognitif ini dari tahun 1927 sampai 1980. Piaget
mengungkapkan bahwa proses nalar seorang anak bukan hanya memiliki tingkatan
yang berbeda dibandingkan orang dewasa karena minimnya pengetahuan yang mereka
punya, tetapi secara kulaitaspun juga berbeda. Di sisi lain hal yang sangat
mempengaruhi kemampuan belajar individu adalah tahap-tahap perkembangan serta
perubahan umur individu itu sendiri.
Menurut Piaget, manusia
memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti sebuah kotak-kotak yang
masing-masing mempunyai makna yang berbeda-beda. Pengalaman yang sama bagi
seseorang akan dimaknai berbeda oleh masing-masing individu dan disimpan dalam
kotak yang berbeda. Setiap pengalaman baru akan dihubungkan dengan kotak-kotak
atau struktur pengetahuan dalam otak manusia.[4]Oleh
sebab itulah, ketika individu belajar, secara otomatis telah berlangsung dua
proses di dalam dirinya, yaitu proses organisasi informasi dan proses adaptasi.
Proses organisasi
adalah proses dimana semua bentuk informasi yang telah dimiliki mulai
diselaraskan serta dihubungkan dengan struktur-struktur pengetahuan yang telah
ada dan dimiliki sebelumnya di dalam otak suatu individu. Melaui proses ini,
individu mulai mengasah dirinya dalam menyusun proses-proses fisik maupun
psikis menjadi sistem-sistem yang koheren.Dengan demikian, manusia diharapkan
dapat memahami sebuah informasi baru yang didapatnya dengan menyesuaikan
informasi tersebut dengan struktur pengetahuan yang dimilikinya, sehingga
manusia dapat mengasimilasikan atau mengakomodasikan informasi atau pengetahuan
tersebut.
Proses adaptasi adalah
proses yang berisi dua kegiatan. Pertama, menggabungkan atau mengintegrasikan
pengetahuan yang diterima oleh manusia atau disebut dengan asimilasi. Kedua,
mengubah struktur pengetahuan baru, sehingga akan terjadi keseimbangan
(equilibrium). Dalam proses adaptasi ini, Piaget mengemukakan empat konsep
dasar, yaitu skemata, asimilasi, akomodasi, dan keseimbangan.[5]
Pertama, skemata. Skemata
merupakan struktur kognitif yang digunakan individu untuk mengadaptasi diri
terhadap lingkungan sekitarnya dan bagaimana ia menata lingkungan tersebut
secara intelektual.Skemata ini berkembang secara terus-menerus sebagai hasil
interaksi antara individu dengan lingkungannya. Oleh karena itu, seorang
individu yang lebih dewasa memiliki struktur kognitif yang lebih lengkap
dibandingkan ketika ia masih kecil.Skemata tersebut membentuk suatu pola
penalaran tertentu dalam pikiran anak. Makin baik kualitas skema ini, makin
baik pula pola penalaran dan tingkat intelegensi anak tersebut.
Sebagai contoh karena
masih terbatasnya skema pada anak-anak : seorang anak yang baru pertama kali
melihat Al-Quran, ia menyebutnya sebagai buku tebal, karena ia baru memiliki
konsep buku yang sering dilihat dirumahnya. Ia memiliki konsep buku dalam
skemanya dan ketika ia melihat Al-Quran untuk pertama kalinya, konsep bukulah
yang paling dekat dengan stimulus.
Kedua, asimilasi.
Asimilasi merupakan proses kognitif dan penyerapan pengalaman baru ketika
sesorang memadukan stimulus atau persepsi ke dalam skemata atau perilaku yang
sudah ada.Seseorang tidak hanya memproses satu stimulus saja, melainkan
memproses banyak stimulus. Secara teoritis, asimilasi tidak menghasilkan
perubahan skemata, tetapi asimilasi memengaruhi pertumbuhan skemata.[6]Dengan
demikian, asimilasi adalah proses kognitif individu dalam usahanya
mengadaptasikan diri dengan lingkungannya. Asimilasi berlangsung secara terus-menerus
dalam perkembangan kehidupan intelektual anak.
Ketiga, akomodasi.
Akomodasi adalah suatu proses struktur kognitif yang berlangsung sesuai dengan
pengalaman baru. Proses kognitif tersebut menghasilkan terbentuknya skemata
baru dan berubahnya skemata lama.[7] Di
sini tampak terjadi perubahan secara kualitatif, sedangkan pada asimilasi
terjadi perubahan secara kuantitatif. Kualitas yang terbentuk pada proses ini menjadikan
skemata tersebut memiliki level atau tingkatan yang lebih baik dan kompleks
dibandingkan sebelumnya. Jadi, pada hakikatnya akomodasi menyebabkan terjadinya
perubahan atau pengembangan skemata.
Keempat, keseimbangan
(equilibrium). Jika skema / pola yang sudah dimiliki anak mampu menjelaskan
hal-hal yang dirasakan anak dari lingkungannya, kondisi ini dinamakan keadaan
ekuilibrium (equilibrium), namun ketika anak menghadapi situasi baru yang tidak
bisa dijelaskan dengan pola-pola yang ada, anak mengalami sensasi
disekuilibrium (disequilibrium) yaitu kondisi yang tidak menyenangkan.[8]Dalam
proses adaptasi terhadap lingkungan, individu berusaha untuk mencapai skemata
yang stabil. Artinya terdapat keseimbangan antara proses asimilasi dan proses
akomodasi. Dengan adanya keseimbangan ini, maka antara anak yang sedang
berkembang dengan lingkungannya dapat tercapai dan terjamin melalui interaksi
yang efisien.
Proses adaptasi juga
dipengaruhi oleh faktor herediter dan lingkungan, sehingga hal ini memengaruhi
kemampuan seseorang anak untuk melakukan proses asimilasi, akomodasi, dan keseimbangan.[9]Faktor
keturunan yang baik berkaitan erat dengan proses-proses adaptasi yang kemudian akan
memengaruhi, namun pada dasarnya faktor lingkungan lebih memiliki pengaruh
terhadap proses adaptasi tersebut. Oleh sebab itulah lingkungan dapat dijadikan
panduan atau tolak ukur berhasilnya suatu individu dalam mengadaptasi dirinya dan
lingkungannya.
Proses adaptasi manusia
dalam menghadapi pengetahuan baru juga ditentukan oleh fase perkembangan
kognitifnya. Jean Piaget membagi fase perkembangan manusia ke dalam empat fase
perkembangan seperti berikut:[10]
Tahap
|
Usia/Tahun
|
Gambaran
|
Sensorimotor
|
0-2
|
Bayi
bergerak dari tindakn refleks instingtif pada saat lahir sampai permulaan
pemikiran simbolis.
|
Pra
Operational
|
2-7
|
Anak
mulai mereprentasikan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar.
|
Concrete
Operational
|
7-11
|
Anak
berpikir secara logis mengenai peristiwa konkret dan mengklasifikasikam
benda-benda ke dalam bentuk-bentuk
yang berbeda
|
Formal
Oprational
|
11-15
|
Anak
remaja berpikir dengan cara yang lebih abstrak dan logis. Pemikiran lebih
idealistik.
|
C. Aplikasi
Teori Piaget dalam Pendidikan
Pengaplikasian perkembangan
kognitif dalam pendidikan bergantung pada proses akomodasi suatu individu. Individu
kemudian diberikan suatu area yang belum diketahui agar ia dapat belajar,
karena ia tidak dapat belajar dari apa yang telah diketahuinya saja. Ia tak
dapat menggantungkan diri pada asimilasi. Dengan adanya area baru ini individu diharapkan
mengadakan usaha untuk dapat mengakomodasi. Situasi atau area itulah yang akan
mempermudah pertumbuhan kognitif.[11]
Secara terperinci
dibawah ini adalah penerapan teori Piaget terhadap pendidikan di kelas :
1.
Karena cara berpikir anak itu berbeda-beda
dan kurang logis dibanding dengan orang dewasa, maka guru harus dapat mengerti
cara berpikir anak, bukan sebaliknya anak yang beradaptasi dengan guru.
2.
Anak belajar paling baik dengan
menemukan (discovery). Artinya disini adalah agar pembelajaran yang berpusat
pada anak berlangsung efektif, guru tidak meninggalkan anak-anak belajar
sendiri, tetapi mereka memberi tugas khusus yang dirancang untuk membimbing
para siswa menemukan dan menyelesaikan masalah sendiri.
3.
Pendidikan disini bertujuan untuk
mengembangkan pemikiran anak, artinya ketika anak-anak mencoba memecahkan
masalah, penalaran merekalah yang lebih penting daripada jawabannya.[12]
Oleh sebab itu guru disarankan agar tidak menghukum anak-anak untuk jawaban
yang salah, tetapi sebaliknya menanyakan bagaimana anak itu memberi jawaban
yang salah, dan diberi pengertian tentang kebenarannya atau mengambil
langkah-langkah yang tepat untuk
menanggulanginya.
4.
Guru dapat menemukan dan menetapkan tujuan
pembelajaran materi pelajaran atau pokok bahasan pengajaran tertentu.
Jadi, secara singkat
dapat dikatakan bahwa pertumbuhan intelektual anak mengandung tiga aspek, yaitu
structure (struktur), content (isi) dan function (fungsi). Anak yang sedang
mengalami perkembangan, struktur dan konten intelektualnya berubah /
berkembang. Fungsi dan adaptasi akan tersusun sehingga melahirkan suatu
rangkaian perkembangan ; masing-masing . mempunyai struktur psikologi khusus
yang menentukan kecakapan pikir anak. Maka Piaget mengartikan intelegensi
adalah sejumlah struktur psikologis yang ada pada tingkat perkembangan khusus.[13]
DAFTAR PUSTAKA
Drs.
H. Baharuddin, M. Pd. I., Teori Belajar
& Pembelajaran, Ar-Ruzz Media,
Jogjakarta, 2012.
http://fitrika1127.blogspot.com/2012/04/perkembangan-kognitif-jean-piaget.html
http://ilmuwanmuda.wordpress.com/piaget-dan-teorinya/
[1]http://fitrika1127.blogspot.com/2012/04/perkembangan-kognitif-jean-piaget.html.(03-10-2013)
[2]http://ilmuwanmuda.wordpress.com/piaget-dan-teorinya/.(03-10-2013)
[3]http://fitrika1127.blogspot.com/, Op Cit.
[4] Drs. H.
Baharuddin, M. Pd. I,Teori Belajar &
Pembelajaran, Ar-Ruzz Media, Jogjakarta, 2012.hal. 117
[5] Ibid hal. 118
[6] Ibid hal. 119
[7]http://ilmuwanmuda.wordpress.com/,
Op cit
[8] Drs. H.
Baharuddin, M. Pd. I, Op Cit. hal.
121
[9] Ibid hal. 122
[10] Ibid hal. 123
[11]http://fitrika1127.blogspot.com/,
Op Cit
[12] Ibid
[13]
Ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar