Jumat, 29 November 2013

Teori Kognitif Jean Piaget


TEORI TEORI KOGNITIF
(Teori Kognitif Jean Piaget)
Mery Ariansyah
A.    Riwayat Hidup Jean Piaget
Ilmuwan yang lahir di Neuchatel, Swiss pada 9 Agustus 1896 ini, adalah anak seorang sejarawan.[1] Sejak kecil Piaget adalah pribadi yang sangat suka belajar, terutama dalam hal ilmu pengetahuan alam. Jean Piaget kemudian menjadi tidak jauh berbeda dengan gaya hidup ayahnya. Bukan yang hal tabu apabila Piaget tumbuh menjadi pribadi berobsesi tinggi, karena ia telah mewarisi gen ayahnya, seorang pria yang berdedikasi tinggi pada penelitian dan pekerjaannya.
Piaget kemudian melanjutkan pendidikan ilmu pengetahuan alam di Universitas Neuchatel Swiss dan berhasil  menyelesaikannya pada 1916. Piaget memperoleh gelar Ph.D dalam biologi pada umur 21untuk penelitian atas kerang-kerangan.[2]
Di tengah perjalanan hidupnya, ia kemudian tertarik pada psikologi dan mempelajari anak-anak abnormal di salah satu rumah sakit di Paris. Piaget semakin tertarik pada logika anak dan metode berpikir yang berbeda-beda yang digunakan anak dalam menjawab pertanyaan pada usia yang berbeda pula. Piaget bekerja melakukan penelitian selama kurang lebih 40 tahun. Studinya dipusatkan pada persepsi anak dalam pemahamannya mengenai alam/benda, jumlah, waktu, perpindahan, ruang, dan geometri. Ia menganalisis operasi-operasi mental yang digunakan oleh anak, cara berpikir simbolis dan logika mereka.
Piaget meninggal pada 17 September 1980 di Jenewa, Swiss. Banyak orang mengklaimnya sebagai salah satu pemikir ilmiah paling kreatif di Swiss.[3]
B.     Prinsip Dasar Teori Piaget
Jean Piaget meneliti dan menulis subjek perkembangan kognitif ini dari tahun 1927 sampai 1980. Piaget mengungkapkan bahwa proses nalar seorang anak bukan hanya memiliki tingkatan yang berbeda dibandingkan orang dewasa karena minimnya pengetahuan yang mereka punya, tetapi secara kulaitaspun juga berbeda. Di sisi lain hal yang sangat mempengaruhi kemampuan belajar individu adalah tahap-tahap perkembangan serta perubahan umur individu itu sendiri.
Menurut Piaget, manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti sebuah kotak-kotak yang masing-masing mempunyai makna yang berbeda-beda. Pengalaman yang sama bagi seseorang akan dimaknai berbeda oleh masing-masing individu dan disimpan dalam kotak yang berbeda. Setiap pengalaman baru akan dihubungkan dengan kotak-kotak atau struktur pengetahuan dalam otak manusia.[4]Oleh sebab itulah, ketika individu belajar, secara otomatis telah berlangsung dua proses di dalam dirinya, yaitu proses organisasi informasi dan proses adaptasi.
Proses organisasi adalah proses dimana semua bentuk informasi yang telah dimiliki mulai diselaraskan serta dihubungkan dengan struktur-struktur pengetahuan yang telah ada dan dimiliki sebelumnya di dalam otak suatu individu. Melaui proses ini, individu mulai mengasah dirinya dalam menyusun proses-proses fisik maupun psikis menjadi sistem-sistem yang koheren.Dengan demikian, manusia diharapkan dapat memahami sebuah informasi baru yang didapatnya dengan menyesuaikan informasi tersebut dengan struktur pengetahuan yang dimilikinya, sehingga manusia dapat mengasimilasikan atau mengakomodasikan informasi atau pengetahuan tersebut.
Proses adaptasi adalah proses yang berisi dua kegiatan. Pertama, menggabungkan atau mengintegrasikan pengetahuan yang diterima oleh manusia atau disebut dengan asimilasi. Kedua, mengubah struktur pengetahuan baru, sehingga akan terjadi keseimbangan (equilibrium). Dalam proses adaptasi ini, Piaget mengemukakan empat konsep dasar, yaitu skemata, asimilasi, akomodasi, dan keseimbangan.[5]
Pertama, skemata. Skemata merupakan struktur kognitif yang digunakan individu untuk mengadaptasi diri terhadap lingkungan sekitarnya dan bagaimana ia menata lingkungan tersebut secara intelektual.Skemata ini berkembang secara terus-menerus sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya. Oleh karena itu, seorang individu yang lebih dewasa memiliki struktur kognitif yang lebih lengkap dibandingkan ketika ia masih kecil.Skemata tersebut membentuk suatu pola penalaran tertentu dalam pikiran anak. Makin baik kualitas skema ini, makin baik pula pola penalaran dan tingkat intelegensi anak tersebut.
Sebagai contoh karena masih terbatasnya skema pada anak-anak : seorang anak yang baru pertama kali melihat Al-Quran, ia menyebutnya sebagai buku tebal, karena ia baru memiliki konsep buku yang sering dilihat dirumahnya. Ia memiliki konsep buku dalam skemanya dan ketika ia melihat Al-Quran untuk pertama kalinya, konsep bukulah yang paling dekat dengan stimulus.
Kedua, asimilasi. Asimilasi merupakan proses kognitif dan penyerapan pengalaman baru ketika sesorang memadukan stimulus atau persepsi ke dalam skemata atau perilaku yang sudah ada.Seseorang tidak hanya memproses satu stimulus saja, melainkan memproses banyak stimulus. Secara teoritis, asimilasi tidak menghasilkan perubahan skemata, tetapi asimilasi memengaruhi pertumbuhan skemata.[6]Dengan demikian, asimilasi adalah proses kognitif individu dalam usahanya mengadaptasikan diri dengan lingkungannya. Asimilasi berlangsung secara terus-menerus dalam perkembangan kehidupan intelektual anak.
Ketiga, akomodasi. Akomodasi adalah suatu proses struktur kognitif yang berlangsung sesuai dengan pengalaman baru. Proses kognitif tersebut menghasilkan terbentuknya skemata baru dan berubahnya skemata lama.[7] Di sini tampak terjadi perubahan secara kualitatif, sedangkan pada asimilasi terjadi perubahan secara kuantitatif. Kualitas yang terbentuk pada proses ini menjadikan skemata tersebut memiliki level atau tingkatan yang lebih baik dan kompleks dibandingkan sebelumnya. Jadi, pada hakikatnya akomodasi menyebabkan terjadinya perubahan atau pengembangan skemata.
Keempat, keseimbangan (equilibrium). Jika skema / pola yang sudah dimiliki anak mampu menjelaskan hal-hal yang dirasakan anak dari lingkungannya, kondisi ini dinamakan keadaan ekuilibrium (equilibrium), namun ketika anak menghadapi situasi baru yang tidak bisa dijelaskan dengan pola-pola yang ada, anak mengalami sensasi disekuilibrium (disequilibrium) yaitu kondisi yang tidak menyenangkan.[8]Dalam proses adaptasi terhadap lingkungan, individu berusaha untuk mencapai skemata yang stabil. Artinya terdapat keseimbangan antara proses asimilasi dan proses akomodasi. Dengan adanya keseimbangan ini, maka antara anak yang sedang berkembang dengan lingkungannya dapat tercapai dan terjamin melalui interaksi yang efisien.
Proses adaptasi juga dipengaruhi oleh faktor herediter dan lingkungan, sehingga hal ini memengaruhi kemampuan seseorang anak untuk melakukan proses asimilasi, akomodasi, dan keseimbangan.[9]Faktor keturunan yang baik berkaitan erat dengan proses-proses adaptasi yang kemudian akan memengaruhi, namun pada dasarnya faktor lingkungan lebih memiliki pengaruh terhadap proses adaptasi tersebut. Oleh sebab itulah lingkungan dapat dijadikan panduan atau tolak ukur berhasilnya suatu individu dalam mengadaptasi dirinya dan lingkungannya.
Proses adaptasi manusia dalam menghadapi pengetahuan baru juga ditentukan oleh fase perkembangan kognitifnya. Jean Piaget membagi fase perkembangan manusia ke dalam empat fase perkembangan seperti berikut:[10]
Tahap
Usia/Tahun
Gambaran
Sensorimotor
0-2
Bayi bergerak dari tindakn refleks instingtif pada saat lahir sampai permulaan pemikiran simbolis.
Pra
Operational
2-7
Anak mulai mereprentasikan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar.
Concrete
Operational
7-11
Anak berpikir secara logis mengenai peristiwa konkret dan mengklasifikasikam benda-benda ke dalam bentuk-bentuk  yang berbeda
Formal
Oprational
11-15
Anak remaja berpikir dengan cara yang lebih abstrak dan logis. Pemikiran lebih idealistik.

C.     Aplikasi Teori Piaget dalam Pendidikan
Pengaplikasian perkembangan kognitif dalam pendidikan bergantung pada proses akomodasi suatu individu. Individu kemudian diberikan suatu area yang belum diketahui agar ia dapat belajar, karena ia tidak dapat belajar dari apa yang telah diketahuinya saja. Ia tak dapat menggantungkan diri pada asimilasi. Dengan adanya area baru ini individu diharapkan mengadakan usaha untuk dapat mengakomodasi. Situasi atau area itulah yang akan mempermudah pertumbuhan kognitif.[11]
Secara terperinci dibawah ini adalah penerapan teori Piaget terhadap pendidikan di kelas :
1.      Karena cara berpikir anak itu berbeda-beda dan kurang logis dibanding dengan orang dewasa, maka guru harus dapat mengerti cara berpikir anak, bukan sebaliknya anak yang beradaptasi dengan guru.
2.      Anak belajar paling baik dengan menemukan (discovery). Artinya disini adalah agar pembelajaran yang berpusat pada anak berlangsung efektif, guru tidak meninggalkan anak-anak belajar sendiri, tetapi mereka memberi tugas khusus yang dirancang untuk membimbing para siswa menemukan dan menyelesaikan masalah sendiri.
3.      Pendidikan disini bertujuan untuk mengembangkan pemikiran anak, artinya ketika anak-anak mencoba memecahkan masalah, penalaran merekalah yang lebih penting daripada jawabannya.[12] Oleh sebab itu guru disarankan agar tidak menghukum anak-anak untuk jawaban yang salah, tetapi sebaliknya menanyakan bagaimana anak itu memberi jawaban yang salah, dan diberi pengertian tentang kebenarannya atau mengambil langkah-langkah yang tepat  untuk menanggulanginya.
4.      Guru dapat menemukan dan menetapkan tujuan pembelajaran materi pelajaran atau pokok bahasan pengajaran tertentu.
Jadi, secara singkat dapat dikatakan bahwa pertumbuhan intelektual anak mengandung tiga aspek, yaitu structure (struktur), content (isi) dan function (fungsi). Anak yang sedang mengalami perkembangan, struktur dan konten intelektualnya berubah / berkembang. Fungsi dan adaptasi akan tersusun sehingga melahirkan suatu rangkaian perkembangan ; masing-masing . mempunyai struktur psikologi khusus yang menentukan kecakapan pikir anak. Maka Piaget mengartikan intelegensi adalah sejumlah struktur psikologis yang ada pada tingkat perkembangan khusus.[13]












DAFTAR PUSTAKA

Drs. H. Baharuddin, M. Pd. I., Teori Belajar & Pembelajaran, Ar-Ruzz Media,  Jogjakarta, 2012.

http://fitrika1127.blogspot.com/2012/04/perkembangan-kognitif-jean-piaget.html
http://ilmuwanmuda.wordpress.com/piaget-dan-teorinya/


[1]http://fitrika1127.blogspot.com/2012/04/perkembangan-kognitif-jean-piaget.html.(03-10-2013)
[2]http://ilmuwanmuda.wordpress.com/piaget-dan-teorinya/.(03-10-2013)
[3]http://fitrika1127.blogspot.com/, Op Cit.
[4] Drs. H. Baharuddin, M. Pd. I,Teori Belajar & Pembelajaran, Ar-Ruzz Media, Jogjakarta, 2012.hal. 117
[5] Ibid hal. 118
[6] Ibid hal. 119
[7]http://ilmuwanmuda.wordpress.com/, Op cit
[8] Drs. H. Baharuddin, M. Pd. I, Op Cit. hal. 121
[9] Ibid hal. 122
[10] Ibid hal. 123
[11]http://fitrika1127.blogspot.com/, Op Cit
[12] Ibid
[13] Ibid                                   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar