Sabtu, 27 April 2013

MAKALAH “ Tinjauan Kiritis Terhadap Aliran Syi’ah di Sampang ”

MAKALAH
“ Tinjauan Kiritis Terhadap Aliran Syi’ah di Sampang ”
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
 Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampu : “ Jamilah S.Hum., M.Ag


Oleh : Mery Ariansyah









SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) PGRI SUMENEP
TAHUN AKADEMIK 2012 / 2013

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan bimbingan-Nya kami dapat menyusun makalah  ini . Tak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada “Jamilah S.Hum.,M.Ag “ selaku dosen  Pendidikan Agama Islam yang telah membimbing kami dari awal hingga terselesainya makalah ini.
Makalah dengan judul “ Tinjauan kiritis terhadap aliran Syi’ah di Sampang ” , ini kami susun atas dasar tuntutan tugas Pendidikan Agama Islam yang diberikan oleh dosen kami sebagaimana di atas.
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan,  baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan senantiasa dijadikan acuan saudara-saudara sekalian dalam memahami apa yang kami bahas dalam makalah ini.  Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah.  Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.



Sumenep, 08 November 2012


Penulis


DAFTAR ISI

·         Halaman Judul .............................................................                      i
·         Kata Pengantar .............................................................                     1
·         Daftar Isi ......................................................................                      2
ü  Bab      I
Pendahuluan
1.1       Latar Belakang ......................................                     3         
1.2       Rumusan Masalah ................................                      4
1.3       Tujuan ..................................................                      4
ü  Bab II
Pembahasan ....................................................                       5
ü  Bab III                                                                       
Penutup ...........................................................                       8
ü  Daftar Pustaka ................................................                       9










BAB  I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Tingginya kepercayaan antar umat beragama adalah syarat mutlak bagi hadirnya pengelolaan konflik agama yang cerdas yang memungkinkan agama-agama itu hidup rukun dan damai, karena penyelesaian konflik membutuhkan komunikasi, dan komunikasi dapat terjadi karena adanya rasa saling percaya. Konflik sesungguhnya merupakan sesuatu yang alami, demikian juga dengan konflik agama. Konflik agama telah ada ketika agama-agama itu ada. Selama manusia tak mampu membebaskan diri dari hal-hal negatif tentang agama lain, konflik agama akan terus ada.Meski demikian, konflik itu sendiri sesungguhnya memiliki peluang dan ancaman di dalam dirinya. Karena itu, pengelolaan konflik secara cerdas dalam hal ini sangat dibutuhkan agar penyelesaian konflik membawa pada suatu kehidupan bersama yang lebih baik (peluang), bukannya malah mengorbankannya untuk kemudian meledak dalam bentuk kekerasan (ancaman). Jadi, hal yang utama bukanlah bagaimana meniadakan konflik, tapi bagaimana mengelola konflik tersebut secara benar melalui penggunaan saluran-saluran yang benar, agar tidak berujung pada kekerasan.
Mengamati konflik agama yang terjadi yang berujung pada kekerasan di Indonesia, di sana terlihat bahwa tampaknya pemerintah sering kali mengambil posisi strategis, pemerintah dalam hal ini bisa dituduh melakukan kejahatan dengan membiarkan kekerasan berdasarkan agama (crime by omission). Pembiaran pemerintahlah yang menyebabkan konflik menyebar secara cepat. Malangnya, penyelesaian konflik di negeri ini tak pernah tuntas. Akibatnya, negeri yang dahulu terkenal dengan kerukunannya itu kini menjadi negeri yang rentan dengan konflik kekerasan yang amat memprihatinkan. Tepatlah apa yang dikatakan Robert W. Hefner bahwa kekerasan agama terjadi karena negara memanfaatkan agama (politisasi agama).
Konflik agama di Indonesia makin sulit dihindari karena terjadinya pengelompokkan berdasarkan agama. Pengelompokkan (clustering) berdasarkan agama ini menyebabkan timbulnya kesalahpahaman akan kepercayaan yang beragam tersebut, kesalahpahaman tersebut menyebabkan hubungan di masyarakat lebih rentan konflik, dan jika konflik pecah, sulit diselesaikan.
Terulangnya peristiwa penyerangan komunitas Syiah di Sampang Madura, sungguh telah mencoreng kerukunan umat beragama di Indonesia. Ironisnya, peristiwa ini terjadi di Sampang yang merupakan komunitas muslim NU yang selama ini dikenal dengan toleransi beragamanya yang kuat. Dan sebenarnya, beberapa tradisi di kalangan NU, sedikit banyak dipengaruhi atau banyak kesamaan dengan tradisi-tradisi di kalangan Syiah.

1.2 Rumusan Masalah
§  Apa yang dimaksud dengan aliran syiah ?
§  Bagaimana kronologi berkembangnya aliran syiah di sampang ?
§  Apa yang menjadi penyebab terjadinya konflik antar agama di sampang ?

1.3 Tujuan
Didalam penulisan makalah ini bertujuan agar pemerintah dan masyarakat mampu menangani konflik agama di Indonesia yang pada kenyataannya makin sulit dihindari karena terjadi pengelompokkan berdasarkan agama dalam konteks bukan bagaimana meniadakan konflik, tapi bagaimana mengelola konflik tersebut secara benar melalui penggunaan saluran-saluran yang benar, agar tidak berujung pada kekerasan.







BAB II
PEMBAHASAN
·         Pemahamam Dasar Aliran Syi’ah
Syiah telah berkembang dalam kurun waktu yang panjang dengan konsep fikih dan teologi yang cukup berpengaruh. Beberapa tradisi yang berkembang pada masyarakat Islam di Indonesia sendiri, terutama di kalangan NU, boleh jadi dipengaruhi atau banyak kesamaan dengan tradisi-tradisi di kalangan Syiah. Tradisi membaca Barzanji dan Grebeg Suro adalah contoh pengaruh tradisi Syiah yang berkembang di Indonesia. Namun pengaruh Syiah tersebut hanya melekat pada tradisi-tradisi ritual saja, tidak sampai pada konsep fikih dan teolgisnya. Secara formal, umat Islam di kalangan NU tetap memegang doktrin Ahlussunnah Wal Jamaah. NU tetap menjujung tinggi empat khalifah pengganti Nabi. NU juga tidak terpengaruh oleh konsep Imamah dalam Syiah.
Perbedaan antara Sunni dan Syiah yang paling mendasar sebenarnya berawal dari penolakan Syiah terhadap tiga khalifah selain Ali bin Abi Thalib (Abu Bakar, Umar dan Utsman). Penolakan ini menjadikan perbedaan pandangan yang tajam antara Syi’ah dan Sunni dalam penafsiran Al-Qur’an, Hadits, mengenai Sahabat, dan hal-hal lainnya. Sebagai contoh perawi Hadits dari Muslim Syi’ah berpusat pada perawi dari Ahlul Bait, atau keluarga Nabi Muhammad, yaitu Ali bin Abi Thalib – sepupu sekaligus menantu Nabi Muhammad, Fatimah az-Zahra – putri bungsu Nabi Muhammad dari istri pertamanya Khadijah, Hasan bin Ali dan Husain bin Ali – cucu Nabi Muhammad dari Ali dan Fatimah, sementara yang lainnya seperti Abu Hurairah tidak dipergunakan. Dalam Syiah sendiri juga berkembang tiga aliran besar, yaitu Syiah Itsna ‘Asyariyah, Syiah Ismailiyah dan Syiah Zaidiyah. Itsna ‘Asyariyah adalah aliran terbesar yang berkembang di Iran sekarang ini. Sedangkan Ismailiyah merupakan aliran yang paling ekstrem, dan Zaidiyah merupakan aliran yang paling mendekati Sunni (ya Sebagian kaum Sunni menyebut kaum Syiah dengan nama Rafidhah, yang menurut etimologi bahasa Arab bermakna meninggalkan. Dalam terminologi syariat Sunni, Rafidhah bermakna “mereka yang menolak imamah (kepemimpinan) Abu Bakar dan Umar bin Khattab, berlepas diri dari keduanya, dan sebagian sahabat yang mengikuti keduanya”.
Pendapat Ibnu Taimiyyah dalam “Majmu’ Fatawa” ialah bahwa Rafidhah pasti Syiah, sedangkan Syiah belum tentu Rafidhah; karena tidak semua Syiah menolak Abu Bakar dan Umar sebagaimana keadaan Syi’ah Zaidiyyah.ng tetap mengakui tiga khalifah sebelum Ali bin Abi Thalib). Terlepas dari perbedaan yang cukup tajam dalam konsep fikih dan teologi Syiah,  tetap berharap adanya upaya untuk mempersempit perbedaan dan mencari titik-titik persamaan .
Sebagai catatan, Ahli Sunnah Waljamaah yang lebih sering disingkat dengan sebutan Sunni ialah pengikut Islam yang berpedoman pada Alquran dan hadits sahih. Sekitar 90 persen umat Islam di dunia merupakan kaum Sunni, sedangkan sisa 10 persennya merupakan penganut aliran Syiah.
·         Kronologi Masuknya Aliran Syi’ah di Sampang
“Awal 1980-an” Kiai Makmun, seorang ulama yang awalnya Sunni di Nangkernang, Desa Karang Gayam, Sampang, mendapat kabar dari sahabatnya di Iran mengenai revolusi Iran. Keberhasilan kaum ulama Iran yang dipimpin Ayatollah Ali Khomeini menumbangkan Syah Iran Reza Pahlevi (sebuah rezim yang dianggap monarki) menjadi sumber inspirasi bagi Kiai Makmun.Karena mayoritas ulama dan kaum muslim di wilayah Madura adalah pengikut Islam Sunni yang fanatik, Makmun mempelajari Syiah secara diam-diam dengan membaca buku-buku yang dikirim sahabatnya dari Iran.
“1983” Ketertarikannya ini membuat Makmun mengirim tiga anak laki-lakinya, yaitu Iklil al Milal yang saat ini berusia 42 tahun; Tajul Muluk (40); Roisul Hukama (36); dan putrinya, Ummi Hani (32) ke Yayasan Pesantren Islam (YAPI) di Bangil, Pasuruan. YAPI dikenal sebagai pesantren yang cenderung pada mazhab Syiah.
“1991” Selepas lulus SMP YAPI, Tajul Muluk kembali ke Sampang.
“1993” Tajul berangkat ke Arab Saudi untuk belajar di Pondok Pesantren Sayyid Muhammad Al-Maliki. Karena terkendala biaya, sekolahnya berhenti di tengah jalan. Meski demikian, Tajul Muluk yang bernama asli Ali Murtadha ini tetap bertahan di Arab dengan bekerja.
“1999” Tajul Muluk pulang dari Arab dan kembali menetap di Karang Gayam, Sampang. Keluarga Makmun dan masyarakat setempat menyambutnya dengan gembira.
“2004” Sejumlah warga desa yang juga murid Kiai Makmun mewakafkan sebidang tanah untuk mengembangkan pesantren beraliran Syiah. Pesantren kecil ini diberi nama Misbahul Huda. Ustad atau guru yang mengajar di pesantren ini adalah Tajul Muluk bersama semua saudara-saudaranya sesama alumni YAPI. Berbeda dengan sang ayah, Tajul Muluk mengajar dan berdakwah ajaran Syiah secara terbuka dan terang-terangan. Sikap Tajul yang egaliter, supel, ringan tangan, cekatan, dan tidak bersedia menerima imbalan setiap ceramah membuat Tajul menjadi kiai muda yang dihormati di Karang Gayam.Dalam waktu yang tidak lama, hanya sekitar tiga tahun, ratusan warga di Desa Karang Gayam dan di Blu’uren (desa tetangga) telah menjadi pengikut Syiah dan murid Tajul yang setia.
“Awal 2004” Perkembangan dakwah Tajul menyebarkan Syiah akhirnya mendapat respons dari para ulama setempat. Dalam sebuah pertemuan dengan Tajul dan saudara-saudaranya, Karrar sangat berkeberatan dan tidak menyetujui aktivitas dakwah Tajul Muluk yang mengajarkan Syiah. Baginya, Syiah adalah mazhab dalam Islam yang salah dan sesat.Tak hanya Karrar, para ulama lain di Sampang juga bersikap sama: keberatan dengan aktivitas Tajul. Saat itu, mereka tidak terbuka menentang dakwah Tajul Muluk karena masih menaruh rasa hormat terhadap ayah Tajul, Kiai Makmun.
“Juni 2004” Kiai Makmun meninggal setelah sakit. Setelah ia meninggal, para ulama setempat menentang keras penyebaran Syiah yang dilakukan anak-anak Kiai Makmun. Intimidasi dan kekerasan terhadap komunitas minoritas Syiah Sampang yang dianggap sesat mulai kerap terjadi sejak saat itu.
·         Penyebab timbulnya konflik antar agama di Sampang
Konflik Sunni-Syiah di Sampang, Madura, telah terjadi sejak 2004. Konflik ini berujung pada tindak kekerasan yang terus berulang. Dan terakhir pada Ahad, 26 Agustus 2012. Dua orang tewas, 49 rumah terbakar, serta 282 warga harus mengungsi. Dan karena pelaku bentrokan ini adalah penganut dua mahzab berbeda, Sunni dan Syiah, media kemudian ramai-ramai menyebut perbedaan mahzablah yang menjadi penyebabnya. Padahal, tidak demikian. Namun penyederhanaan persoalan konflik Sampang sebagai persoalan asmara adalah kurang benar, karena akar konflik Sampang sangat kompleks mulai dari kepentingan ekonomi, politik Pilkada, hingga konflik kepentingan antar pemuka agama.
BAB III
KESIMPULAN
Syiah di Pulau Garam ini adalah kelompok Islam minoritas. Karena di sana merupakan kantong Syiah terkecil. Karena orang umumnya berani kepada yang lemah. Serangan terhadap komunitas Syiah di Sampang harus diakhiri dengan pemulihan hak-hak anggota kelompok di Nangkernang itu. Pengelolaan konflik secara cerdas dalam hal ini sangat dibutuhkan agar penyelesaian konflik membawa pada suatu kehidupan bersama yang lebih baik (peluang), bukannya malah mengorbankannya untuk kemudian meledak dalam bentuk kekerasan (ancaman). Jadi, hal yang utama bukanlah bagaimana meniadakan konflik, tapi bagaimana mengelola konflik tersebut secara benar melalui penggunaan saluran-saluran yang benar, agar tidak berujung pada kekerasan.















DAFTAR PUSTAKA
v  Miftah Faridl. 1995. Pokok-pokok Ajaran Islam. Bandung: Penerbit Pustaka
v  Syed Mahmudunnasir. 1994. Islam,Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung: Rosdakarya.
v  Toto Suryana, Dkk. 1996. Pendidikan Agama Islam. Bandung: Tiga Mutiara




Tidak ada komentar:

Posting Komentar