Senin, 29 Desember 2014

KESENIAN OJHUNG


OJHUNG


Ojhung merupakan salah satu permainan atau salah satu seni bela diri dengan menggunakan tongkat rotan yang disebut juga LOPALO atau KOL POKOL yang sangat  keras dan khas Madura.
Seni tarung Ojhung dipercaya masyarakat Batuputih sebagai salah satu ritus yang dapat membebaskan masyarakat dari kemarau yang berkepanjangan. Oleh karena itu, Ojhung secara resmi hanya dilaksanakan setahun sekali di setiap akhir musim kemarau.
Konon, Ojhung pertama kali dipakai oleh empat bersaudara yang sedang mencari sumber mata air. Saat mata air yang mereka miliki telah mengering, mereka saling maen Ojhung satu sama lainnya di atas bukit secara bergiliran dan salah satu mereka menjadi wasitnya. Setelah itu mereka menemukan sumur mata air yang sampai sekarang menjadi tempat bermain Ojhung setiap tahunnya.
Selain sebagai ritus menghindarkan diri dari kemarau, belakangan ini Ojhung juga mulai berfungsi sebagai hiburan dan media adu kejantanan yang dikemas mirip pertandingan tarung profesional; lengkap dengan pembatas dan karcis masuknya. Sebagian masyarakat juga mengadakan Ojhung untuk menghimpun dana pembelian seragam hansip atau sekadar meramaikan acara kampung.
Meskipun pada pelaksanaannya, masyarakat tidak selalu meminta ijin kepada pemerintah setempat, karena kemungkinan besar dilarang. Selain permainannya yang cenderung kasar, Ojhung juga sarat dengan kekerasan antar pendukung dan perjudian. Lebih jauh, pemerintah setempat juga menertibkan penggunaan senjata melalui ukuran yang ditetapkan dan juga jadwal pelaksanaannya. Oleh karena itu, masyarakat seringkali tidak melaporkan pelaksanaan Ojhung karena hal-hal yang mereka anggap sangat mendasar justru dilarang.

Minggu, 28 Desember 2014

SARONEN


Saronen


Musik instrumentalia Saronen terdiri dari 9 alat musik dengan nilai filosofi Islam yang sangat kental. Karena ke-sembilan alat musik tersebut adalah pengejawantahan ayat pendek yang menjadi pembuka Al Qur’anul Karim, yaitu Bismillahhirrohmanirrohim. Adapun ke-9 alat musik tersebut terdiri dari ; 1 saronen, 1 gong besar, 1 kempul, 1 kenong besar, 1 kenong tengahan, 1 kenong kecil, 1 korca, 1 gendang besar dan 1 gendang dik gudik (kecil).

Kesembilan alat musik tersebut menjadi perpaduan yang harmonis, sedangkan yang menjadi ruh dari orkes ini adalah alat musik Saronen yang berbentuk kerucut.
Dalam perkembangannya, alat musik yang terdiri dari 9 unsur tersebut mengalami penambahan sehingga menjadi 12 alat musik. Yaitu dengan penambahan 1 alat musik saronen serta 1 alat musik kempul. Begitu pula dengan jumlah penabuh/pemusik. Orkes Saronen yang tetap memakai komposisi (versi) lama, menggunakan alat musik sebanyak 9 dengan penabuh sebanyak 9 personel. Masing-masing membawa satu alat musik, sedangkan gong dan kempul dipikul oleh dua penabuh, yang secara bergantian memukul alat musik tersebut. Sedangkan yang menggunakan komposisi (versi) baru alat musik berjumlah 12, serta penabuh/pemusik juga berjumlah 12 orang.

Irama yang dihasilkan dari instrumen musik Saronen dipakai sebagai pengiring kegiatan Kerapan Sapi, atraksi Sapi Sono’, berbagai upacara ritual di makan keramat, acara pesta perkawinan ataupun dalam event-event kesenian. Selain itu orkes musik Saronen dapat berdiri sendiri dengan menyajikan berbagai bentuk tontonan yang menarik dan atraktif. Yaitu dengan cara memodifikasi berbagai unsur gerak, baik seni tari, seni hadrah maupun seni bela diri silat dalam kemasan gerak tari sesuai irama musik yang dimainkan. Instrumen musik ini sangat kompleks dalam penggunaannya. Katakanlah musik serba guna yang mampu menghadirkan berbagai nuansa sesuai dengan kepentingan. Begitu pula dengan lagu-lagu yang dibawakan, musik. Saronen mampu mengiringi lagu-lagu dari berbagai aliran musik, baik itu keroncong, dangdut, pop, rock and rool maupun lagu-lagu daerah lainnya. Lagu-lagu keroncong yang ber-irama mendayu-dayu misalnya, mampu digubah dalam irama mars yang dinamis.

Dalam setiap atraksi, orkes Saronen ini mampu membangun serta menciptakan suasana yang hangat dan gembira. Ketika berjalan mengikuti iring-iringan pasangan sapi, baik Kerapan Sapi atau Sapi Sono’, upacara-upacara ritual, mengiringi atraksi kuda Kenca’ ataupun arak-arakan para pemusik ini berjalan dengan langkah-langkah pendek sambil berlenggak-lenggok mengikuti irama, gerakan-gerakan itu disesuaikan dengan irama lagu yang dibawakan.

Alat musik Saronen biasanya dipakai sebagai pembuka komposisi dengan permainan solo. Suaranya yang sedikit sengau dan demikian keras, meloncat-loncat, melengking-lengking dan meliuk-liuk dalam irama yang menghentak. Baru setelah itu diikuti oleh pukulan alat musik lainnya, pukulan gendang, kenong, ketukan kerca dan simbal. Perpaduan alat-alat musik tersebut menghasilkan keselarasan irama pada seluruh orkes. Setiap komposisi musik yang dimainkan, di awali dalam tempo lamban yang berubah menjadi tempo medium, lalu semakin cepat, atau sebaliknya, permainan diawali langsung dalam tempo medium langsung berubah menjadi cepat dan berakhir dengan tempo yang semakin cepat untuk seluruh orkes. Permainan yang sangat variatif dan penuh improvisasi dari para pemain, serta teriakan yang dilontarkan para pemain menambah kegairahan pada irama yang sudah melengking dan meloncat-loncat. Dalam setiap permainan, setiap komposisi lagu berakhir seketika, dalam arti semua instrumen berhenti pada saat yang sama.

Seperti halnya instrumen musik lain, Saronen dapat dimainkan sesuai dengan jenis irama yang diinginkan. Walaupun sangat dominan memainkan jenis irama mars, dalam bahasa Madura irama sarka’, Saronen ini mampu menghasilkan jenis irama lainnya, yaitu irama lorongan (irama sedang). Jenis irama ini terdiri dari dua, yaitu irama sedang “lorongan jhalan” dan irama slow ‘lorongan toju’. Masing-masing irama tersebut dimainkan di berbagai kegiatan kesenian dengan acara serta suasana yang berbeda.
Untuk irama sarka’, biasanya dimainkan dalam suasana riang dan permainan musik cepat dan dinamis. Tujuannya adalah memberikan semangat dan suasana hangat. Adapun semua lagu dapat digubah dalam irama sarka’. Sementara itu, untuk jenis irama lorongan, baik lorongan jhalan (sedang) atau lorongan toju’ (slow), lagu-lagu yang dimainkan biasanya berasal dari berbagai lagu gending karawitan.

Ketika mengiringi kerapan sapi menuju lapangan untuk berlaga, irama sarka’ ini dimainkan untuk memberikan dorongan semangat, baik kepada sapi atau pun pemilik serta para pengiringnya. Begitu pula ketika orkes Saronen mengiringi sepasang pengantin, irama ini dimainkan sampai sepasang pengantin itu mencapai pintu gerbang. Musik berirama sarka’ ini, mampu menciptakan suasana hangat dan kegembiraan bagi penonton.

Sedangkan irama lorongan jhalan (irama sedang), biasanya dimainkan pada saat dalam perjalanan menuju lokasi. Baik ketika sedang mengiringi sapi kerapan ataupun atraksi sapi sono’. Selain itu, irama ini dimainkan ketika mengiringi atraksi kuda kenca’ atau pun di berbagai acara ritual yang berkaitan dengan prosesi kehidupan manusia. Adapun lagu-lagu yang dimainkan berasal dari lagu-lagu gending karawitan, seperti gending Nong-Nong, Manyar Sebuh, Lan-jalan ataupun Bronto Sewu.

Irama lorongan toju’, biasanya memainkan lagu-lagu gending yang berirama lembut (slow). Jenis irama ini dipakai untuk mengungkapkan luapan perasaan yang melankonis, rindu dendam, suasana sedih ataupun perasaan bahagia. Irama lorongan toju’ biasa dimainkan ketika mengiringi pengantin keluar dari pintu gerbang menuju pintu pelaminan. Adapun gending-gending yang dimainkan adalah alunan gending Angling, Rarari, Puspawarna, Kinanti, Gung-Gung dan lainnya.

Dalam setiap penampilan agar semakin memikat, biasanya para pemain menggunakan seragam yang sama. Untuk acara-acara ritual, para pemain biasanya memakai odheng Madura dan bersarung, ada juga yang mengenakan celana dan baju hitam longgar khas petani Madura serta berkaos dengan motif garis-garis panjang berwarna merah putih. Namun di kalangan kaum muda biasanya mereka tampil lebih modern, dengan mengenakan pakaian warna-warna terang dan mencolok serta memakai rompi yang dihiasi oleh rumbai-rumbai benang emas. Penampilan mereka semakin keren dengan memakai kaca mata hitam serta topi lakan.

Khusus musik Saronen, kaum muda (yang tinggal di pedesaan) tidak merasa malu ketika menggeluti musik ini. Karena jenis irama yang dimainkan dapat disesuaikan dengan perkembangan musik yang sedang ngetren. Disamping itu musik etnik ini mampu dimainkan, dimodifikasi dan diimprovisasi ke berbagai aliran musik. Sehingga irama yang dihasilkan memenuhi selera masyarakat baik yang menyukai jenis musik dangdut, pop, keroncong, karawitan/gendingan/tembang ataupun aliran musik kontemporer.

Selasa, 09 Desember 2014

PANGERAN JOKOTOLE (Pangeran Sacadiningrat III)


Pada kesempatan kali ini, saya mencoba mengulas sejarah hidup sang Pangeran bernama Jokotole.
PANGERAN JOKOTOLE (Pangeran Sacadiningrat III)


Pangeran Jokotole menjadi raja Sumenep yang ke 13 selama 45 tahun (1415-1460). Jokotole memiliki seorang saudara bernama Jokowedi. Ibunya bernama Raden Ayu Potre Koneng, cicit dari Pangeran Bukabu sebagai hasil dari perkawinan bathin (melalui mimpi) dengan Adipoday (Raja Sumenep ke 12). Yang menjadi permasalah adalah karena dilairkan dari perkawinan batin, sehingga banyak orang yang tidak percaya akan kebenaran hal tersebut. Masyarakat beranggapan bahwa kehamilan tersebut merupakan kehamilan di luar nikah. Akhirnya menimbulkan kemarahan kedua orang tuanya, sampai akan dihukum mati. Sejak kehamilannya, banyak terjadi hal-hal yang aneh dan diluar dugaan. Karena takut kepada orang tuanya maka kelahiran bayi RA Potre Koneng langsung diletakkan di hutan oleh dayangya. Dan, ditemukan oleh Empu Kelleng yang kemudian disusui oleh kerbau miliknya.

Peristiwa kelahiran yang sama juga dialami oleh adiknya yang bernama Jokowedi. Kesaktian Jokotole mulai terlihat pada usia 6 tahun lebih, seperti membuat alat-alat perkakas dengan tanpa bantuan dari alat apapun hanya dari badanya sendiri, yang hasilnya lebih bagus ketimbang ayah angkatnya sendiri. Melalui kesaktiannya itulah maka ia membantu para pekerja pandai besi yang kelelahan dan sakit akibat kepanasan termasuk ayah angkatnya dalam pengelasan membuat pintu gerbang raksasa atas pehendak Brawijaya VII. Dengan cara membakar dirinya dan kemudian menjadi arang itulah kemudian lewat pusarnya keluar cairan putih. Cairan putih tersebut untuk keperluan pengelasan pintu raksasa. Dan, akhirnya ia diberi hadiah emas dan uang logam seberat badannya. Akhirnya ia mengabdi di kerajaan Majapahit untuk beberapa lama.

Banyak kesuksessan yang ia raih selama mengadi di kerajaan Majapahit tersebut yang sekaligus menjadi mantu dari Patih Muda Majapahit. Setibanya dari Sumenep ia bersama istrinya bernama Dewi Ratnadi bersua ke Keraton yang akhirnya bertemu dengan ibunya RA Potre Koneng dan kemudian dilantik menjadi Raja Sumenep dengan Gelar Pangeran Sacadiningrat III. Saat menjadi raja ia terlibat pertempuran besar melawan raja dari Bali yaitu Dampo Awang, yang akhirnya dimenangkan oleh Raja Jokotole dengan kesaktiannya menghancurkan kesaktiannya Dampo Awang. Dan kemudian kekuasaannya berakhir pada tahun 1460 dan kemudian digantikan oleh Arya Wigananda putra pertama dari Jokotole.


STUDI KASUS Sebuah Metode Kualitatif Interaktif


STUDI KASUS
Sebuah Metode Kualitatif Interaktif

Pendahuluan
Metode kualitatif secara garis besar dibedakan dalam dua macam, kualitatif interaktif dan non interaktif. Metode kualitatif interaktif (interactive inquiry), merupakan studi yang mendalam menggunakan teknik pengumpulan data langsung dari orang dalam lingkungan alamiahnya. Sedangkan metode kualitatif non interaktif (non interactive inquiry) merupakan penelitian yang tidak menghimpun data secara interaktif atau melalui interaksi dengan sumber data manusia. Sumber datanya adalah dokumen-dokumen. Dalam hal ini, studi kasus (case study) tergolong metode kualitatif interaktif yang sering digunakan dalam ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan serta ilmu terapan.

Konsep Studi Kasus
1.      Definisi
Studi kasus (case study) diartikan sebagai  metode atau strategi dalam penelitian untuk mengungkap kasus tertentu. Studi kasus merupakan suatu penelitian yang diarahkan untuk menghimpun data, mengambil makna, serta memperoleh pemahaman dari kasus tersebut. Studi kasus dilakukan terhadap suatu “kesatuan sistem”. Kesatuan ini dapat berupa program, kegiatan, peristiwa, atau sekelompok individu yang terikat oleh tempat, waktu atau ikatan tertentu. Studi kasus dapat terdiri atas satu unit atau lebih dari satu unit, tetapi tetap dalam satu kesatuan sistem. Misalnya, kasus dapat satu orang, satu kelas, satu sekolah, beberapa sekolah tetapi dalam satu kantor kecamatan, dsb.[1]
2.      Tujuan
Penelitian studi kasus bertujuan secara khusus menjelaskan dan memahami obyek yang ditelitinya secara khusus sebagai suatu ‘kasus’. Sebagaimana pendapat Yin (2003a, 2009) yang menyatakan bahwa :
Tujuan penggunaan penelitian studi kasus adalah tidak sekedar untuk menjelaskan seperti apa obyek yang diteliti, tetapi untuk menjelaskan bagaimana keberadaan dan mengapa kasus tersebut dapat terjadi. Dengan kata lain, penelitian studi kasus bukan sekedar menjawab pertanyaan penelitian tentang ‘apa’ (what) obyek yang diteliti, tetapi lebih menyeluruh dan komprehensif lagi adalah tentang ‘bagaimana’ (how) dan ‘mengapa’ (why) obyek tersebut terjadi dan terbentuk sebagai dan dapat dipandang sebagai suatu kasus.
Berdasarkan tujuan sebagaimana dijelaskan di atas, penelitian studi kasus bertujuan untuk mengungkapkan kekhasan atau keunikan karakteristik yang terdapat di dalam kasus yang diteliti. Kasus itu sendiri merupakan penyebab dilakukannya penelitian studi kasus, oleh karena itu, tujuan dan fokus utama dari penelitian studi kasus adalah pada kasus yang menjadi obyek penelitian. Untuk itu, segala sesuatu yang berkaitan dengan kasus, seperti sifat alamiah kasus, kegiatan, fungsi, kesejarahan, kondisi lingkungan fisik kasus, dan berbagai hal lain yang berkaitan dan mempengaruhi kasus harus diteliti.

Karakteristik Penelitian Studi Kasus
Karakteristik penelitian studi kasus dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Menempatkan obyek penelitian sebagai kasus
Peneliti studi kasus harus memahami bagaimana menempatkan obyek atau target penelitiannya sebagai kasus di dalam penelitiannya. Pada umumnya, kasus menyangkut kejadian dari kehidupan sehari-hari yang nyata. Kasus dapat berupa seseorang, sekelompok orang, kejadian, masalah, konflik, keputusan, program, pelaksanaan suatu proses, dan proses organisasi. Seperti telah dijelaskan pada bagian kajian pengertian di depan, maksud penelitian studi kasus adalah untuk menjelaskan dan mengungkapkan kasus secara keseluruhan dan komprehensif. Dengan demikian, kasus dapat didefinisikan secara praktis sebagai suatu fenomena yang harus diteliti dan diinterpretasikan sebagai satu kesatuan yang utuh dan komprehensif pada setiap variabel informasi yang terdapat di dalamnya.
2.      Memandang kasus sebagai fenomena yang bersifat kontemporer
Bersifat kontemporer, berarti kasus tersebut sedang atau telah selesai terjadi, tetapi masih memiliki dampak yang dapat dirasakan pada saat penelitian dilaksanakan, atau yang dapat menunjukkan perbedaan dengan fenomena yang biasa terjadi. Dengan kata lain, sebagai bounded system (sistem yang dibatasi), penelitian studi kasus dibatasi dan hanya difokuskan pada hal-hal yang berada dalam batas tersebut. Pembatasan dapat berupa waktu maupun ruang yang terkait dengan kasus tersebut.
3. Dilakukan pada kondisi kehidupan sebenarnya
Pelaksanaan penelitian studi kasus menggunakan pendekatan penelitian naturalistik. Dengan kata lain, penelitian studi kasus meneliti kehidupan nyata, yang dipandang sebagai kasus. Kehidupan nyata itu sendiri adalah suatu kondisi kehidupan yang terdapat pada lingkungan hidup manusia baik sebagai individu maupun anggota kelompok yang sebenarnya. Penelitian studi kasus berupaya mengungkapkan dan menjelaskan segala sesuatu yang berkaitan dengan obyek yang ditelitinya pada kondisi yang sebenarnya, baik kebaikannya, keburukannya, keberhasilannya, maupun kegagalannya secara apa adanya.
4.      Menggunakan berbagai sumber data
Pengggunaan berbagai sumber data dimaksudkan untuk mendapatkan data yang terperinci dan komprehensif dan dimaksudkan untuk mencapai validitas dan realibilitas penelitian. Adapun bentuk-bentuk data tersebut dapat berupa catatan hasil wawancara, pengamatan lapangan, pengamatan artefak dan dokumen. Catatan wawancara merupakan hasil yang diperoleh dari proses wawancara, baik berupa wawancara mendalam terhadap satu orang informan (partisipan) maupun terhadap kelompok orang dalam suatu diskusi. Sedangkan catatan lapangan dan artefak merupakan hasil dari pengamatan atau obervasi lapangan. Catatan dokumen merupakan hasil pengumpulan berbagai dokumen yang berupa berbagai bentuk data sekunder, seperti buku laporan, dokumentasi foto dan video.
5.      Menggunakan teori sebagai acuan penelitian
Pada penelitian studi kasus, teori digunakan baik untuk menentukan arah, konteks, maupun posisi hasil penelitian. Kajian teori dapat dilakukan di bagian depan, tengah dan belakang proses penelitian. Pada bagian depan, teori digunakan untuk membangun arahan dan pedoman di dalam menjalankan kegiatan penelitian. Secara khusus, pada bagian ini, teori dapat dipergunakan untuk membangun hipotesis. Pada bagian tengah, teori dipergunakan untuk menentukan posisi temuan-temuan penelitian terhadap teori yang ada dan telah berkembang. Sedangkan pada bagian belakang, teori dipergunakan untuk menentukan posisi hasil keseluruhan penelitian terhadap teori yang ada dan telah berkembang.[2]
Langkah-Langkah Penelitian Studi Kasus
a.       Pemilihan kasus, dalam pemilihan kasus hendaknya dilakukan secara bertujuan (purposive). Kasus dapat dipilih oleh peneliti dengan menjadikan objek orang, lingkungan, program, proses, dan masyarakat atau unit sosial. Ukuran dan kompleksitas objek studi kasus haruslah masuk akal, sehingga dapat diselesaikan dengan batas waktu dan sumber-sumber yang tersedia.
b.      Pengumpulan data, terdapat beberapa teknik dalam pengumpulan data, tetapi yang lebih dipakai dalarn penelitian studi kasus adalah observasi, wawancara, dan analisis dokumentasi. Peneliti sebagai instrumen penelitian, dapat menyesuaikan cara pengumpulan data dengan masalah dan lingkungan penelitian, serta dapat mengumpulkan data yang berbeda secara serentak.
c.       Analisis data, setelah data terkumpul peneliti dapat mulai mengagregasi, mengorganisasi, dan mengklasifikasi data menjadi unit-unit yang dapat dikelola. Agregasi merupakan proses mengabstraksi hal-hal khusus menjadi hal-hal umum guna menemukan pola umum data. Data dapat diorganisasi secara kronologis, kategori atau dimasukkan ke dalam tipologi. Analisis data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu pengumpulan data dan setelah semua data terkumpul atau setelah selesai dari lapangan.
d.      Perbaikan (refinement), meskipun semua data telah terkumpul, dalam pendekatan studi kasus hendaknya dilakukan penyempurnaan atau penguatan (reinforcement) data baru terhadap kategori yang telah ditemukan. Pengumpulan data baru mengharuskan peneliti untuk kembali ke lapangan dan barangkali harus membuat kategori baru, data baru tidak bisa dikelompokkan ke dalam kategori yang sudah ada.
e.       Penulisan laporan, laporan hendaknya ditulis secara komunikatif, rnudah dibaca, dan mendeskripsikan suatu gejala atau kesatuan sosial secara jelas, sehingga rnemudahkan pembaca untuk memahami seluruh informasi penting. Laporan diharapkan dapat membawa pembaca ke dalam situasi kasus kehidupan seseorang atau kelompok.



Kesimpulan
Studi kasus merupakan penelitian yang mendalam tentang individu, satu kelompok, satu organisasi, satu program kegiatan, dan sebagainya dalam waktu tertentu. Tujuannya untuk memperoleh deskripsi yang utuh dan mendalam dari sebuah entitas. Studi kasus menghasilkan data untuk selanjutnya dianalisis untuk menghasilkan teori. Data studi kasus dapat diperoleh dari semua pihak yang bersangkutan, baik melalui wawancara, observasi, partisipasi, dan dokumentasi. Data yang diperoleh dari berbagai cara itu hakikatnya untuk saling melengkapi. Ada kalanya data yang diperoleh dari wawancara belum lengkap, sehingga harus dicari lewat cara lain, seperti observasi, dan partisipasi.


[1] Prof.DR. Nana S, Metode Penelitian Pendidikan, PT Remaja Rosdakarya, Bandung. 2011. hal 64.
[2] http://penelitianstudikasus.blogspot.com/2010/05/karakteristik-penelitian-studi-kasus.html (29-09-2014)